MATERI PPKn KLAS 8 BAB 3 PROSES PENYUSUNAN PERATURAN PER-UU-AN (OKT MINGGU KE 3)
Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan ditetapkan oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945. Majelis
Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan UUD sesuai amanat
pasal 3 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Perubahan terhadap
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sudah dilakukan sebanyak 4 (empat) kali perubahan. Perubahan ini
dilakukan sebagai jawaban atas tuntutan reformasi dalam sistem pemerintahan di
Indonesia. Tata cara perubahan UUD ditegaskan dalam pasal 37 UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, secara singkat sebagai berikut.
a. Usul perubahan pasal-pasal diajukan oleh
sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR dan disampaikan secara tertulis
yang memuat bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
b. Sidang MPR untuk mengubah pasal-pasal
dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 anggota MPR.
c. Putusan untuk mengubah disetujui oleh
sekurang-kurangnya 50% ditambah satu dari anggota MPR.
d. Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan
Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.
Perlu juga
kalian pahami bahwa dalam perubahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
terdapat beberapa kesepakatan dasar, yaitu sebagai berikut.
a. Tidak mengubah Pembukaaan UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
b. Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
c. Mempertegas sistem pemerintahan presidensial.
d. Penjelasan UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yang memuat hal-hal bersifat normatif (hukum) akan dimasukkan ke
dalam pasal-pasal.
e. Melakukan perubahan dengan cara adendum,
artinya menambah pasal perubahan tanpa menghilangkan pasal sebelumnya. Tujuan
perubahan bersifat adendum untuk kepentingan bukti sejarah
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Ketika MPRS dan
MPR masih berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara salah satu produk hukum
MPR adalah Ketetapan MPR. Ketetapan MPR adalah putusan majelis yang memiliki
kekuatan hukum mengikat ke dalam dan ke luar majelis. Mengikat ke dalam berarti
mengikat kepada seluruh anggota majelis. Mengikat ke luar berarti setiap warga
negara, lembaga masyarakat dan lembaga negara terikat oleh Ketetapan MPR
Adapun yang
dimaksud dengan ”Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat” dalam UU Nomor 12
Tahun 2011 adalah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang masih berlaku sebagaimana
dimaksud dalam pasal 2 dan pasal 4 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia Nomor: I/MPR/2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan
Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002, tanggal 7
Agustus 2003.
Pasal 2
Ketetapan MPR No. I/MPR/2003 menegaskan bahwa beberapa ketetapan MPRS dan MPR
yang masih berlaku dengan ketentuan adalah sebagai berikut.
a. Ketetapan MPRS RI Nomor XXV/MPRS/1966 tentang
Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI), Pernyataan sebagai Organisasi
Terlarang di Seluruh Wilayah NKRI bagi PKI, dan Larangan Setiap Kegiatan untuk
Menyebarluaskan atau Mengembangkan Paham atau Ajaran
Komunisme/Marxisme-Leninisme.
b. Ketetapan MPR RI Nomor XVI/MPR/1998 tentang
Politik Ekonomi dalam rangka Demokrasi Ekonomi.
c. Ketetapan MPR RI Nomor V/MPR/1999 tentang
Penentuan Pendapat di Timor Timur.
Pasal 4
Ketetapan MPR No. I/MPR/2003 mengatur ketetapan MPRS/MPR yang dinyatakan tetap
berlaku sampai dengan terbentuknya undang-undang, yaitu;.
a. Ketetapan MPRS RI Nomor XXIX/MPRS/1966
tentang Pengangkatan Pahlawan Ampera.
b. Ketetapan MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih, Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
c. Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 tentang
Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan; Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber
Daya Nasional yang Berkeadilan, serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
dalam Kerangka NKRI.
d. Ketetapan MPR RI Nomor III/MPR/2000 tentang
Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan. Ketetapan ini saat
ini sudah tidak berlaku karena sudah ditetapkan undang-undang yang mengatur
tentang hal ini.
e. Ketetapan MPR RI Nomor V/MPR/2000 tentang
Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional.
f. Ketetapan MPR RI Nomor VI/MPR/2000 tentang
Pemisahan TNI dan Polri.
g. Ketetapan MPR RI Nomor VII/MPR/2000 tentang
Peran TNI dan Polri.
h. Ketetapan MPR RI Nomor VI/MPR/2001 tentang
Etika Kehidupan Berbangsa.
i. Ketetapan MPR RI Nomor VII/MPR/2001 tentang
Visi Indonesia Masa Depan.
j. Ketetapan MPR RI Nomor VIII/MPR/2001 tentang
Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan KKN.
k. Ketetapan MPR RI Nomor IX/MPR/2001 tentang
Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam
3. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Undang-Undang
adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPR dengan persetujuan
bersama presiden. Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang adalah peraturan
yang ditetapkan oleh presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.
Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang memiliki
kedudukan yang sederajat. DPR merupakan lembaga negara yang memegang kekuasaan
membentuk undang-undang, berdasarkan pasal 20 ayat (1) UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Namun, kekuasaan ini harus dengan persetujuan presiden.
Suatu rancangan
undang-undang dapat diusulkan oleh DPR atau presiden.
Dewan Perwakilan
Daerah juga dapat mengusulkan rancangan undang-undang tertentu kepada DPR.
Proses pembuatan undang-undang apabila rancangan diusulkan oleh DPR sebagai
berikut.
a. DPR mengajukan rancangan undang-undang secara
tertulis kepada presiden.
b. Presiden menugasi menteri terkait untuk
membahas rancangan undang-undang bersama DPR.
c. Apabila disetujui bersama oleh DPR dan
presiden, selanjutnya rancangan undang-undang disahkan oleh presiden menjadi
undang-undang
Proses pembuatan undang-undang
apabila rancangan diusulkan oleh DPD sebagai berikut.
a. DPD mengajukan usul rancangan undang-undang
kepada DPR secara tertulis.
b. DPR membahas rancangan undang-undang yang
diusulkan oleh DPD melalui alat kelengkapan DPR.
c. DPR mengajukan rancangan undang-undang secara
tertulis kepada presiden. Presiden menugasi menteri terkait untuk membahas
rancangan undang-undang bersama DPR.
d. Apabila disetujui bersama oleh DPR dan
presiden, selanjutnya rancangan undang-undang disahkan oleh presiden menjadi
undang-undang.
Di samping undang-undang, ada
peraturan perundang-undangan yang setara kedudukannya dengan undang-undang,
yaitu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (Perppu) adalah peraturan perundang-undangan yang
dikeluarkan oleh presiden karena keadaan genting dan memaksa. Dengan kata lain,
diterbitkannya Perppu jika keadaan dipandang darurat dan perlu payung hukum
untuk melaksanakan suatu kebijakan pemerintah. Perppu diatur dalam UUD 1945
pasal 22 ayat (1, 2, dan 3) yang memuat ketentuan sebagai berikut.
a. Presiden berhak mengeluarkan Perppu dalam hal
ihwal kegentingan yang memaksa.
b. Perppu harus mendapat persetujuan DPR dalam
masa persidangan berikutnya.
c. Apabila Perppu tidak mendapat persetujuan
DPR, maka Perppu harus dicabut.
d. Apabila Perppu mendapat persetujuan DPR,
Perppu ditetapkan menjadi undangundang.
Contoh Perppu yang dijadikan
undang-undang, antara lain Perppu No. 1 Tahun 1999 tentang Pengadilan Hak Asasi
Manusia. Perppu tersebut kemudian ditetapkan menjadi Undang-Undang No. 26 Tahun
2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
4. Peraturan Pemerintah (PP)
Peraturan pemerintah adalah
peraturan perundangan-undangan yang ditetapkan oleh presiden untuk melaksanakan
Undang-Undang sebagaimana mestinya. Hal ini sesuai dengan UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 pasal 5 ayat (2). Peraturan pemerintah ditetapkan oleh
presiden sebagai pelaksana kepala pemerintahan. Contoh dari peraturan
pemerintah adalah PP No. 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas PP No. 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan untuk Melaksanakan UU Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Tahapan penyusunan Peraturan
Pemerintah sebagai berikut.
a. Tahap perencanaan rancangan Peraturan
Pemerintah (PP) disiapkan oleh kementerian dan/atau lembaga pemerintah bukan
kementerian sesuai dengan bidang tugasnya.
b. Tahap penyusunan rancangan PP, dengan
membentuk panitia antar kementerian dan/atau lembaga pemerintah bukan
kementerian.
c. Tahap penetapan dan pengundangan PP
ditetapkan oleh presiden (Pasal 5 ayat (2) UUD 1945) kemudian diundangkan oleh
Sekretaris Negara.
5. Peraturan Presiden (Perpres)
Peraturan Presiden adalah
peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan
perintah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam
menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan.
Proses penyusunan Peraturan
Presiden ditegaskan dalam pasal 55 UU Nomor 12 Tahun 2011, yaitu sebagai
berikut.
a. Pembentukan panitia antarkementerian dan/atau
lembaga pemerintah nonkementerian oleh pengusul.
b. Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan
konsepsi Rancangan Peraturan Presiden dikoordinasikan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
c. Pengesahan dan penetapan oleh presiden.
6. Peraturan Daerah Provinsi
Peraturan Daerah (Perda) Provinsi
adalah peratur an perundang-undangan yang dibentuk oleh
DPRD provinsi dengan persetujuan
bersama gubernur. Peraturan Daerah dibuat dengan untuk
me laksanakan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi. Perda juga dibuat dalam rangka
me laksanakan kebutuhan daerah. Perda tidak boleh ber
tentangan dengan peraturan yang lebih
tinggi. Pemerintah Pusat dapat membatalkan Perda yang nyata-nyata bertentangan
dengan peraturan yang lebih tinggi.
Proses penyusunan Peraturan Daerah
Provinsi sesuai UU Nomor 12 Tahun 2011 sebagai berikut.
a. Rancangan Perda Provinsi dapat diusulkan oleh
DPRD Provinsi atau Gubernur.
b. Apabila rancangan diusulkan oleh DPRD
Provinsi, proses penyusunan adalah sebagai berikut.
1) DPRD Provinsi mengajukan rancangan perda
kepada gubernur secara tertulis.
2) DPRD Provinsi bersama gubernur membahas
Rancangan perda Provinsi.
3) Apabila memperoleh persetujuan bersama,
Rancangan Perda disahkan oleh gubernur menjadi Perda Provinsi.
c. Apabila rancangan diusulkan oleh Gubernur,
proses penyusunan adalah sebagai berikut.
1) Gubernur mengajukan Rancangan Perda kepada
DPRD Provinsi secara tertulis
2) DPRD Provinsi bersama gubernur membahas
Rancangan Perda Provinsi
3) Apabila memperoleh persetujuan bersama,
Rancangan Perda disahkan oleh gubernur menjadi Perda Provinsi
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Proses penyusunan Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota sesuai UU Nomor 12 Tahun 2011 sebagai berikut.
a. Rancangan Perda Kabupaten/Kota dapat
diusulkan oleh DPRD Kabupaten/Kota atau bupati/walikota.
b. Apabila rancangan diusulkan oleh DPRD
Kabupaten/Kota, proses pe nyusunan adalah
sebagai berikut.
1) DPRD Kabupaten/Kota mengajukan rancangan perda
kepada bupati/wali kota secara tertulis
2) DPRD Kabupaten/Kota bersama bupati /walikota membahas Rancang an Perda
Kabupaten/Kota.
3) Apabila memperoleh persetujuan ber sama,
Rancangan Perda disahkan oleh bupati/walikota menjadi Perda Kabupaten/Kota.
Apabila rancangan diusulkan oleh
bupati/walikota, proses penyusunan adalah sebagai berikut.
1) Bupati/Walikota mengajukan Rancangan Perda
kepada DPRD Kabupaten/Kota secara tertulis.
2) DPRD Kabupaten/Kota bersama bupati/walikota
membahas Rancangan Perda Kabupaten/Kota.
3) Apabila memperoleh persetujuan bersama,
Rancangan Perda disahkan oleh bupati/walikota menjadi Perda Kabupaten/Kota.
SILAHKAN DIBACA DULU .PAHAMI ,SELANJUTNYA ULANGAN .TERIMAKASIH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar